Jakarta – Bandung (lanj. Jakarta)


            Dulu, setiap Natal dan Tahun Baru saya sekeluarga ke Bandung untuk kumpul sanak saudara di sana. Paling sulit kalau harus pulang ke Jakarta, berpisah dengan sedulur, perbincangan sampai dua pagi, petuah-petuah cinta dari nenek dan bude, macam-macam. Bandung membuat saya jatuh cinta dengan balut hangat dan roma turki panggang saat natal dan segelas anggur saat pukul 12 masehi berikutnya, Bandung menjadi singgah sana utopis dari kesemrawutan Jakarta.

            Jakarta sumpek, panas, derita siswa harus kembali ke bangku pelajar dengan seabrek rasa berdosa karena nilai pas-pasan, teman mabuk malam minggu, dan cinta yang gagal di tengah perjuangan, Jakarta si begundal liar. Cita-cita saya hanya satu dari kecil, keluar dari jahanam ini.

            Tapi apa yang kita bisa harapkan dengan hidup, selain ketidakpastian. Hidup rasanya berbalik begitu saja, saya terlalu merindukan Jakarta saat sekarang saya bisa sepuas hati menjamah Bandung.

            Tidak ada yang salah dari Bandung, selisih beberapa derajat dari Jakarta lebih dingin, polusi yang agak minim dari Jakarta, setapak yang layak untuk berjalan lima kilo dari rumah, pagi-pagi matahari hangat, malam-malam rembulan nampak, kopi cepat dingin dan bernuansa lembut bercampur harum tanah habis hujan yang memadu menjadi Bandung, tetapi saya terlalu merindukan Jakarta.

            Tidak ada yang salah dari Bandung, perkawanan yang sederhana dan mendukung, lingkungan kecil yang sehat, dan beberapa orang magis yang tidak henti-hentinya saya ucap syukur atas kehadiran mereka.

            Tidak ada yang salah dari Bandung, hanya saja tidak ada ibu, ayah, eyangti, tante, sepupu, adik sepupu, sahabat, Kampung Gallery, dan penyokong hidup saya yang hidupnya padahal tertatih-tatih.

            Tidak ada yang salah dari keduanya, tetapi saya dulu sempat menjadi manusia yang bernomad, lalu saya mulai bermukim saat saya harus berpergian.

            Jakarta bukan rumah pertama dan Bandung bukan rumah kedua, Jakarta dan Bandung adalah rumah, tetapi beda penghuni, beda masakan, beda kasih sayang, beda nuansa, dan Saya yang berbeda.

            Semoga saya bisa jatuh cinta lebih dalam dengan Bandung, tetapi jangan menyakitkan seperti Jakarta, semoga saya bisa mencintai Bandung dengan sewajarnya, tidak berlebih dan tidak kurang.

Comments

Popular Posts