Selalu Saja Begini

Ah, selalu saja begini,
Dia mulai jatuh cinta,
Dan aku kehilangan selera untuk bercinta.
Wujudnya tulus, jemarinya sabar,
Namun asing.

Tetap saja bukan kamu.

Selalu saja begini, sayang.
Dia termakan emosi dan buaian.
Aku menyesali romantisme dari bualanku
Hidupnya mulai merengkuh figurku,
Tunggu, ia kukelabui,
Hidupnya mulai merengkuh bayanganku,
Sedangkan figurku melayang berangan dengan sendu.
Tetap saja bukan kamu.

Kalau-kalau kamu,
Coba saja kamu,
Anggap saja kamu,
Andai saja kamu,
Tetap saja kamu.

Doa-ku bukan lagi memutar waktu,
Ini bukan cerita penyesalan kekasih yang saling beradu.
Ini kisah rindu yang tidak bisa diapa-apakan,
Hanya diam,
Saling menunggu,
Meragu,
Menebak,
Dan berdoa…

“Tuhan, kalau-kalau aku harus hidup tanpa harus mengenalnya, sungguh menyedihkan hidup ini. Tetapi, Tuhan, kalau-kalau aku harus hidup bercinta lalu melupakannya, sungguh kejam hidup ini.”

“Tetapi apa daya, Tuhan…” 

“Kami tidak bisa disatukan, kamu sudah membangun rumah tinggal yang nyaman, sederhana, ranjang dan dapur antik, belum sempurna tetapi kamu bilang yang namanya rumah pasti nyaman. Aku harus menunggu dan membuat rajutan apik untuk kamu pulang. Sewindu, hanya pesan singkat bahkan aku tidak tahu ragamu, hatimu, di mana? Lalu aku pamit, aku rapihkan rumah dan seisinya, aku sempat pajang beberapa figure jepretan kita.”

“Tidak lama, kamu pulang. Hampir tersesat di jalan pulang, aku dengar kabarnya begitu. Sampai di teras kamu hanya merenung, seisi rumah jadi bau asap kretek dari mulutmu, matamu basah, aku harap karena asap.”

Comments

Popular Posts