MAAF. (sekuel)
Sebisa mungkin aku mencoba,
tetapi kadang belum cukup.
Mungkin tidak sengaja, tapi
kadang pertanyaanmu membuatku tidak cukup.
Aku terlalu sering meminta
maaf, kamu juga.
Tetapi maafku kadang terlalu
banyak sampai semuanya begitu melelahkan.
Sampai kadang aku menangis,
dan menangis saja masih terlalu melelahkan.
Air mataku kadang tidak
cukup.
Jadi aku tidur sambil
bersedih, seperti malam ini, dan ohiya! Malam kemarin juga.
Mungkin aku sedang lelah,
kamu juga.
Tapi ini segenap maafku;
Maaf
aku memperburuk kesedihanmu.
Maaf
aku membuatmu merasa kecil.
Maaf
aku kurang bisa meyakinkanmu lewat lisan, kamu pandai, cakap, menawan, dan
hanya ada satu untukku di dunia ini.
Maaf
aku egois.
Maaf
aku membebaninu.
Maaf,
kadang aku hanya pandai saat menulis. Kalau berbicara sambil menatap matamu,
aku kadang hanya bisa diam, lugu.
Maaf,
kamu belum bisa percaya soal menjadi yang nomor satu dalam hidupku.
Maaf
kamu juga belum percaya aku tidak akan berpaling. Mana bisa? Kamu sudah gila?!
Kasih, aku terlalu
mencintaimu sampai kadang sakit.
Aku terlalu mencintaimu
sampai aku hanya sibuk soal mencintaimu.
Aku tidak pernah peduli yang
lain, hanya kamu.
Kadang kamu melawan, “aku
kekasihmu, dengan kebetulan dan keberuntunganku saja.”
Rasanya nelangsa,
menyakitkan!
Ingin rasanya aku mengambil
bola mataku, ingin rasanya aku mengambil pikiranku, isi segenap hatiku, lalu
aku rekam dan selipkan ke dalam benakmu yang resah itu.
Agar kamu benar-benar yakin
soal aku mencintaimu.
Agar kamu yakin, kamu bukan
sebuah kebetulan dan keberuntungan.
Aku mencintaimu sepenuhnya,
tidak satupun, nanti, esok, atau kapanpun, seseorang yang menggantikanmu.
Maaf,
kamu masih belum yakin, ya?
Yasudah,
aku hanya bisa bilang;
Maaf
Comments
Post a Comment