Menjadi 20 Tahun...


Kepada Abhi Rama Hanindya, Bernadeth Franchika, Dini Putri Achmadi, Naritha Cahya, Patrick Gregorious dan Zoldha Adra Maulidha, saya persembahkan segenap ungkapan welas asih dan doa.

Berurutan;

Berbalas
Untuk: Abhi Rama

Terimakasih sudah setahun lebih bersabar dan belajar untuk mencintai secara tulus.
Sedihmu dalam ragu, cemas, dan terbuai tangismu pukul tiga pagi,
aku doakan semoga hilang.
Kamu menjejaki kepala dua yang bukan umur,
tetapi hidup yang menuntutmu untuk dewasa.
Tetapi yang paling penting, coba sedikit sayangi dirimu daripada aku.
Cintamu tulus dan tidak tergantikan.
Aku sudah belajar mencintai diriku melalui kamu.
Semoga kamu belajar sebaliknya, semoga.
Cintamu berbalas, pada siapapun.
Kamu orang paling layak untuk dicintai seribu manusia.

Nerimo
Untuk: Franchika, Chika

17 tahun berat, lalu 18 tahun juga berat, 19 tahun?
Apalagi, 20 tahun juga sepertinya berat.
Sabar sedikit, kamu tau…
utopia dan Taman Eden kadang bukan kebahagiaan abadi atau surga di Alkitab.
Terkadang bahagia sesungguhnya adalah nerimo.
Maafkan kamu, maafkan dia, maafkan semuanya.
Sayangi kamu, sayangi kamu, lalu sayangi yang lain.

Sulung
Untuk: Dini

Doaku selalu sama setiap tahun; Berkah, amanah, kebahagiaan,
untuk kamu, ibumu, dan adikmu.
Tahun ini menjelang genap 20 tahun mungkin enggak kerasa.
Kamu mulai menjadi manusia utuh, berkepribadian teguh, selalu buat saya kagum.
Jangan lupa menangis, kadang menangis itu perlu.
Menjadi sulung, bahumu agak berat, ya?
Coba sedikit bersandar.
Menjadi sulung menyakitkan, ya?
Apalagi kalau lihat ibu berporos padamu.
Tetapi menjadi sulung adalah anugerah.
Doaku juga tidak akan berubah;
Tetaplah kamu menjadi sulung yang segala-galanya.
Jangan lupa sujud kalau sudah berhasil nanti.

Memaafkan & Mengalah
Untuk: Naritha, Neri

Kepalamu keras, hatimu keras.
Tapi welas asihmu juga keras, kesetiaanmu juga keras.
Kadang hidup harus memilih.
Pelan-pelan kamu harus memaafkan dan mengalah.
Memaafkan kerabat yang khianat.
Memaafkan Bapak yang raib.
Memaafkan Ibu yang masih belajar.
Memaafkan dirimu yang naif.
Aku doakan kamu cepat-cepat bersyukur.
Lalu menangis di tengah doamu dan mengucap, “Tuhan, terimakasih. Kau jadikan aku manusia paling kuat dengan kesendirian ini dalam hidup.” Amin.

Rehat
Untuk: Patrick
Selalu sejalan dan senalar, mungkin itu kenapa kami bersahabat.
Terimakasih selalu ada untuk saya, dan mereka.
Terkadang, kamu juga butuh renungan malam dengan dirimu sendiri, bercengkrama. Jangan lupakan kamu di tengah orang-orang yang membutuhkanmu.
Terimakasih juga untuk mengajarkan saya menjadi legowo.
Semoga kamu bisa makin legowo dengan Bapak yang tidak satu pemikiran.
Atau takdir yang memaksamu banting tulang terlalu dini.
Di antara 20 tahun-20 tahun yang lainnya, kamu paling beruntung.
Mencium bumi dan lara lebih dahulu dari mereka. S
emoga untukmu hanya ada satu, istirahat sesekali.
Kamu ya kamu, yang terbaik untuk kamu dan orang-orang.
Yang suka lupa istirahat demi sepuntung kretek cerita kawan.
Istirahatlah! sekali-kali egois untuk dirimu.

Bahagia yang Sederhana
Untuk: Adra

Teringat gerak-gerik kamu sederhana.
Wajahmu sederhana, tetapi ayu.
Matamu sederhana, tetapi menarik, oh! Tajam.
Tanganmu tirus, tetap sederhana,
tetapi terlihat garis lipatan bekas dipakai sehari-haris, pekerja keras.
Kadang guyon, kadang tak bersuara.
Saya kira kamu baik-baik saja, atau saya salah?
Astagah! Mana saya tau dibalik gerak-gerik kamu,
badanmu meringkuk menangis saat malam,bingung, lalu sujud?
Mana saya tau dibalik wajahmu, bersolek bukan pilihan,
Tetapi akibat waktu yang habis untuk bakti pada kakek, nenek, dan mamah.
Dibalik matamu, pikiranmu lurus dan tegas, banyak berfikir, tetapi punya pendirian. Dibalik tanganmu, ada garis....bukan garis tangan, warnanya agak merah.
Guyonmu, ternyata bukan guyon,
tetapi caramu berbagi kebahagiaan untuk saya yang kurang bersyukur.
Belakangan ini di sujud terakhirku, doaku selalu kuselipkan namamu.
Jadikan Adra bahagia. Bahagia sesungguhnya, yang abadi. Amin. Sabar Adra, sedikit lagi...

Menjadi 20 tahun,

-
Untuk: Reiva Areta
Terimakasih untuk memutuskan tetap hidup.
Terimakasih untuk memaafkan gadis mungil yang dipeluk Medusa saat ia menangis di bawah pohon.
Terimakasih untuk berkelana sejauh ini, menjadi nomaden, singgah, dibuang,
hingga sekarang bisa sedikit-sedikit membangun ranjang ternyamannya.
Terimakasih untuk legowo soal Bapak yang menangis malam-malam.
Terimakasih untuk legowo perkara nenek yang tersakiti, pelipisnya.
Terimakasih untuk memaafkan ibu, semoga.
Terimakasih, menjadi 20 tahun, menjadi kamu, seutuhnya.

Amin.

N.B.:
Tulisan ini saya persembahkan untuk sahabat dan kekasih seperjuangan. Mereka adalah orang yang sampai detik ini berjuang untuk dirinya dan orang-orang yang ditanggung. Mereka adalah orang-orang hebat diantara tirani yang mesti dipikul. Kata-kata di sini mungkin jauh dari cukup. Saya sangat berterimakasih kepada mereka, di tengah tempaan, mereka masih tersenyum lalu mendekap saya dan berbisik, “Kalau ada apa-apa, bilang ya.”

Comments

Popular Posts