Allegory of The Cave
Setelah Plato menceritakan bagaimana Pria itu terbunuh karena menemukan ‘penerangan’, aku paham.
Aku paham ternyata tercerahkan kemudian terbunuh adalah hidup dalam kearifan abadi.
Aku memahami Pria itu, tetapi aku tidak dibunuh.
Aku dibiarkan hidup bersama ‘kegilaanku’.
Obsesiku pada utopia dan cahaya.
Bukan personifikasi, tetapi seutuhnya wujud itu.
Bukan bayangan, tetapi figur nyata objek itu.
“Bukankah kau bahagia dibiarkan hidup?”
Kamu sinting panggil aku bahagia?
Aku harus hidup dan membawa sanak saudaraku dari goa.
Menggiringnya ke ufuk cahaya, meski dicemooh sinting.
Bagaimana aku membiarkan mereka hidup dalam kesalahan?
Biarkan aku dibunuh seperti Pria itu.
Darahnya mengalir sambil nadinya melemah.
Matanya redup.
Bayangan kupu-kupu, alam, dan semesta yang ia lihat,
tersimpan apik di ujung ingatannya.
Kematian dengan hal terindah di hidupnya.
Sebagai akhir cinta kasihnya dengan bumi.
Andaikan begitu.
Tapi kau malah membiarkan aku hidup.
Oh, Socrates
...
Aku paham mengapa kau teguk hemlock itu.
Comments
Post a Comment