Hampura
Tidak terjukit dalam lembayung kita, manusia, bukan lain
yaitu dosa dan kelalaian.
Kalau bahwasannya kita ber-naif ria tentang kodrat untuk
berdosa, kenaif-an itu sendiri yang menanggung.
Kalau boleh aku ceritakan sedikit cerita tentang sedikit
torehan kisah beberapa dari kaum kami, terlalu meresahkan mereka yang masih
naif tentang teorika tersebut.
Aku manusia.
Satu hal mutlak tentang kehidupan adalah kita itu sendiri.
Kita diselingi cinta, murka, sendu, menjadi hal mutlak juga
yang beriringan.
Yang paling lucu adalah cinta.
Begitu banyak cerita harus aku jabarkan mengenai cinta.
Sampai harus berimbang terbalik dari kerasionalan itu
sendiri untuk bertindak.
Aku menjadi manusia paling bodoh kalau urusan mencinta, dan
dicintai.
Akan tiba pada saatnya kami diterpa euforia kasmaran yang
habis sirnanya entah kapan dalam ruam waktu kami. Dan akan tiba saatnya dimana
kami yang tertanggung kodrat untuk berkecimpung dosa dalam mandat masehi
berapapun.
Lalu kami lalai.
Kami lalai untuk mencintai.
Kami lalai untuk yang kami cintai.
Dan bila mana cinta tertimbun benak risalah gundah yang tak
habis dimakan kesedihan, mulailah kami ragukan cinta.
Untuk apa cinta?
Apa lagi cinta segala?
Nihil yang kami dapat dari cinta, tak lain hanya kekosongan
ranah jiwa yang menyisakan luka lampau!
Aku lalai dalam mencintaimu.
Dan kamu lalai dalam berlogika.
Mungkin seharusnya kami sudah bukan lagi kekasih.
Seharusnya kami sudah sama ucap pamit untuk 'kita'.
Mungkin kami seharusnya sudah berlenggok dalam setapak
masing-masing.
Tapi kami mencintai.
Yang selanjutnya menjadi senduku adalah penyesalan.
Kelalaianku yang
menyisakan penyesalan.
Aku menyesal.
Aku menyesal telah bodoh dalam kelamku.
Yang selanjutnya menjadi senduku adalah memaafkan.
Memaafkan dalam kearifan keikhlasan nurani yang harus
bergulat hebat dengan kehampaan Tuhan yang kami ragukan.
Memaafkan sesama kaum kami, manusia, tidak pernah jadi
masalah.
Cermin wujud kamu yang terbujur runyam berpagut kasih
dengan tangismu malam-malam yang seharusnya dimaafkan.
Memaafkan dirimu sendiri.
Apa yang paling sulit dari memaafkan dirimu sendiri dari
ketidakselarasan ucap dan tingkah?
Aku manusia bodoh.
Tidak bisa aku maafkan seorang aku kalau harus menderita
alkisah kepergianmu atas kelalaianku dalam menjadi manusia.
Butuh waktu paling tidak selamanya untuk aku berdamai
dengan hati sendiri kalau sampai kamu ku lalaikan.
Tetapi untungnya, kami mencinta.
Aku lalai dalam mencintaimu.
Dan kamu lalai dalam berlogika.
Berlogika dalam artian kamu beri hampura cinta untuk aku
yang lalai.
Hampura cinta yang tidak sewajarnya bersaling singgah untuk aku yang banyak dosa.
Hampura cinta yang tidak sewajarnya bersaling singgah untuk aku yang banyak dosa.
Comments
Post a Comment