Surga

Ibu pernah bilang;
“Nak, kalau mau hidup enak mah, bukan di sini nak, bukan di dunia,” hidungnya mendengus sambil ketawa kecil, “tuh sana! Di surga.”

Sempat aku bertanya ini cuitan alam atau Tuhan?
Salah apa aku harus dirajam lara? Bertubi-tubi?!

Bisakah sebentar aku tertidur sambil bermimpi mengecup pelangi dan bangun dengan wewangian petrikor?
Bisakah sebentar saja, aku ingin bernafas panjang, tenang, ada kamu tertidur, dan semuanya tentram.
Bisakah sebentar saja, ibu tersenyum, bapak juga, bunda memeluk, ayah juga.
Aku ingin rehat, bukan sejam dua jam, tapi mungkin setahun.


Hasratku bukan ingin mati,
Kematian hanya untuk mereka yang ditinggalkan, matiku bukan ini.
Matiku adalah saat semuanya sama, hambar.

Astagah, aku kira hidupku sudah konstan.
Tidak berfluktuasi, aku kira kini hidupku begini sudah aman, nyatanya tidak.
Entah, alam ingin mengujiku atau salah pilih umat, kurang tahu juga.

Tapi untuk apa mengeluh?
Ibu pernah bilang,—
Semenjak itu aku mengerti kenapa surga selalu didambakan.


Comments

  1. "mati tinggal mati, surga yang di
    damba itu ada di bumi. mati tinggal mati, istirahatlah se-tenang mati, ayah bunda tak kan pergi, bapak ibu tetap disini, di hambar nya bumi surgawi." sambung ibu lagi.

    kok nusuk ya ceritanya :')

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts