Manusia Nihil Hatinya
Pada ruang waktu yang paling menyedihkan bukan saat kita
bersedih atau saat lara terasa begitu sangat nyata sampai kita sendiri harus larut
dalam banyak-banyak tangis, bukan, bukan saat itu. Yang paling menyedihkan
adalah saat semuanya itu, hampa. Saat seseorang diri tidak bisa lagi merasakan
kesedihan. Semuanya bukan karena akrab atau sudah lumrah, kesedihan tidak
pernah menjadi lumrah bagi siapapun, kesedihan adalah kejutan baru tiap malam
yang tidak akan pernah menjadi sahabat manis untuk sendu kita sendiri. Semuanya
bukan karena kesedihan itu akrab dengan kita, tetapi sesuatu yang akan dicapai
setiap manusia atau mungkin hanya beberapa darinya di paparan waktu tertentu, saat
semua keadaan memaksanya begitu.
Manusia akan menjadi sangat hampa, bukan hampa, lebih
kosong dari itu. Manusia akan menjadi sangat nihil. Manusia nihil hatinya, di
mana kesedihan, kebahagiaan, bahkan cinta sudah nihil, bahkan betul-betul raib,
di mana semuanya tidak lagi hadir dalam kesenjangan waktu manapun. Ingin
menangis rasanya tapi tidak bisa, ingin tertawa rasanya tapi juga tidak bisa,
jadi manusia nihil hatinya hanya bisa diam, lalu terlelap tanpa ada sesal atau
resah.
Mungkin, akan begini terus selamanya, atau tidak, belum
tahu juga. Tetapi menjadi seperti ini adalah hal terbaik terlepas dari yang
sudah-sudah. Terkadang, kearifan dunia itu fana, kesenduan dunia juga fana,
terkadang kita sendiri yang terlalu banyak bergundah dalam hidup, kadang kita sendiri
yang menerjunkan diri kita sendiri ke gerbang tirani hidup, kadang kesenduan
itu sendiri yang kita buat, dan yang paling terbaik adalah menjadi manusia
nihil hatinya, yang tidak lagi bisa bersedih, berbahagia, atau jatuh cinta,
menikmati hidup hanya sebatas di atas malam sampai pagi, karena itu waktu
terbaik untuk kita bergurau dengan alam, tanpa manusia-manusia yang lain, yang
terkadang menjadi sumber lara kita sendiri.
Comments
Post a Comment