Piknik
Manusia cuman butuh piknik, dengan buku kesayangannya dan
segelas susu hangat pagi-pagi. Di taman atau rerumputan yang sepi pengunjung,
sekitarnya banyak pepohonan yang kalau digoyangkan sedikit ikut meniru gerak angin.
Aku ingin ajak kamu piknik kalau sedang penat, makan beri
sampai sore, sampai kenyang, sampai ngantuk. Atau, sandwich buatan rumah, pakai selada dan tomat segar yang beli di
Pasar Pagi.
Tetapi kadang, untuk tidur saja aku butuh hari libur,
kapan bisa piknik seharian? Ibu Kota terlalu runyam dan sering makan waktu,
kepenatan yang menjajah makin menyedihkan, semua orang mukanya masam, saling
acuh tak acuh kalau berpapasan di bus atau angkutan umum lainnya.
Kadang beberapa dari mereka harus pulang ke rumah sehabis
seharian hidup, tidak jarang dari mereka yang malah tersungkur sendu kalau
harus pulang ke rumah, karena rumah bukanlah ‘rumah’ yang mereka maksud.
Kadang sebongkah cacaran lampu jalan yang agak kekuningan
redup, lalu Jakarta suka gelap sekali kalau malam-malam, tetapi tidak jarang
juga dari mereka yang malah menari dalam gelap, sejenak lupa dan buta soal
kepenatan Ibu Kota, dibutakan oleh malam, dan disadarkan oleh fajar.
Kita
semua cuman butuh piknik, sendri, atau kadang dengan kekasih.
Comments
Post a Comment