J A K A R T A

Bagaimana kalau ternyata sebuah kota tidak hanya mencibir karir, tetapi cinta, dosa, hidup, dan selebihnya yang tidak terlihat oleh kelamnya polusi.

Sebagian hidupku tertuang dalam batin Ibu Kota, seperti merengek minta dilindas jalanannya yang padat.

Bukan rumah, bukan pula tujuan, seperti diambang segalanya yang runut dengan peristiwa tirani tetapi dirindukan.

Entah, apa yang aku rindukan dari kota sumuk yang runyam itu.

Lampu malamnya yang hanya secerah redup yang menerangi kita berdua di depan teras?

Atau jam satu pagi tetapi begitu ramai dan bising dalam kerumunan orang yang dimanja racun?

Atau obrolan 12 jam ditemani kopi dan sepuntung, dua puntung kretek?

Atau rumah kecil yang tersidak dekat jalanan mungil yang ajaib menuju dunia utopia di dekat stasiun Ibu Kota?

Atau mungkin bapak, ibu, nenek?

Atau kawanan sinting yang diancam hidup?

Astagah?! Apa yang kurindukan?

Brengsek! Ibu Kota, Si Brengsek, Si Bajingan, yang paling aku rindukan.
Tidak peduli berapa hayat ini hampir musnah dilanda kejinya si kota gila itu, rindu ini begitu menyiksa sampai tidak tau apa yang dirindukan.

Terimakasih Jakarta,
Coba lagi di lain kesempatan untuk membunuhku, aku masih akan tetap merindukanmu.

Tetap menjadi bajingan abadi, ya!

Comments

Popular Posts