2019 : Menerimo

            Tahun baru dan dua tahun sebelumnya sebetulnya sama saja, hanya pikiran, energi, cinta dan pengalaman yang berbeda. Tuhan senantiasa bekerjasama dengan takdir dan mengejutkan kami manusia yang ala kadarnya dengan ketidakpastian. Beberapa kesalahan saya sedari dulu adalah berharap terhadap kebaikan padahal kebajikan itu kita ciptakan sendiri.

Sudah 19 tahun saya hidup dan ternyata saya menyadari tahun baru adalah awal tahun kita harus menerima, “menerimo”. Yang kita lakukan adalah membatasi, menghindari, dan mencapai, dan segalanya akan sia-sia bahkan melahirkan kekecewaan yang begitu besar karena kegagalan yang kita buat sendiri.

Kegagalan hanya ada karena batasan dan ekspektasi, kegagalan hanya ada karena hal yang kita kira kita harus capai, kegagalan sebetulnya fana, namun obsesi manusia menarik realita pada kegagalan.

Akhirnya, manusia hanya perlu satu, berusaha dan menerima, menerima apa saja yang hadir, menerima apa saja yang terjadi. Menerima bukan pasrah, menerima adalah menerimo, bersyukur atas apa yang ada, nerimo segala hal menjadi bagian dari hidup dan pelajaran.

            Hidup butuh tantangan dan tujuan, tetapi manusia suka salah mengartikan tujuan dengan kesengsaraan. Manusia tidak mau sengsara maka mereka menyengsarakan kehidupannya lebih pahit lagi dengan menjual waktu dan tubuh untuk mengabdi pada kenihilan dan uang.

            Menerima, menysukuri, dan berdamai dengan bagian yang ada pada hidup kita, buruk, kiasan, hampa, apapun itu. Tuhan pasti tidak bodoh, hidup sederhana saja sudah bisa kita nikmati dan hargai, apa Tuhan masih sungkan untuk memberikan kita kemewahan yang lebih? Tentu tidak.