Manusia
Generalisasi manusia itu sebetulnya luas. Tetapi
kebanyakan orang akhirnya secara tidak langsung berkesepakatan bahwa
penggolongan kodrat dan lain-lainnya ditentukan oleh dua sekte, baik dan buruk.
Dari
kecil kita sudah diberikan pemahaman yang begitu konkret dari segala macam
kajian. Sebetulnya, semuanya sesederhana itu. Setiap pelakonan tokoh dalam
setiap tontonan kita sehari-hari selalu dititik beratkan kepada dua tokoh yang berpengaruh
besar, protagonis dan antagonis, baik dan buruk, si baik dan si jahat, semuanya
dititik beratkan pada kedua pelakonan tersebut, dan menjadikan suatu skema
dalam nalar manusia bahwa semua manusia itu hanya ada baik dan buruk.
Pola
pikir seseorang itu adalah suatu hal yang kompleks, di mana setiap individu
menyusun kepribadian juga perspektif dini yang berbeda-beda. Saat bicara soal
ke-objektifan, dalam artian penggolongan apakah itu baik atau buruk, hampir
mungkin tidak ada konflik di antaranya. Istilahnya, bagi banyak orang perbuatan
mencuri itu jelas-jelas salah. Tetapi, kalau bicara soal ke-subjektifan
bilamana seseorang harus digolongkan apakah dia baik atau buruk, hal ini
menjadi jauh lebih rumit kebanding judikasi soal baik burunya suatu objek. Istilahnya,
belum tentu maling yang mencuri itu salah bagi kebanyakan orang, mungkin masih
ada segelintir orang yang membela si maling karena kerabat dekat dan tau tentang
latar belakang alibi si maling ini mencuri.
Pada
dasarnya saya mau protes besar-besaran soal pemahaman ini. Singkatnya, banyak
hal yang memang sudah telak-telak, kodratnya, baik atau buruk, tetapi manusia
bukan hanya baik, buruk, atau keduanya.
Manusia
adalah kesederhanaan yang dirumitkan. Mereka terkadang sibuk putar otak,
pontang-panting, menggolongkan dan saling beradu debat soal baik atau buruknya
suatu hal. Simpang-siur yang menjadikan suatu hal kontradiktif terhadap
kekonkretan judikasi hal itu sendiri. Dalam kata lain, kita terlalu sibuk
mengilhami betul tidaknya suatu hal dalam latar belakang apapun, padahal
manusia hanyalah manusia.
Manusia
tidak pernah berhenti pada satu titik. Perubahan dan evolusi menjadikan manusia
tidak pernah berhenti pada suatu titik pendewasaan yang menjadikan mereka
matang, tetapi mereka akan terus berevolusi mental sampai akhir hayat. Evolusi
bukan sebuah siklus di mana semuanya menjadikan titik mulai sebagai titik
akhir, evolusi juga bukan sebuah stratifikasi yang dapat di urutkan dengan
tingkatan tertentu. Evolusi itu unik terlebih lagi kalau bicara evolusi
terhadap manusia. Pendewasaan pola pikir yang tidak pernah berhenti menajadikan
manusia sangat tidak mungkin untuk tidak mengalami perubahan. Perubahan ini
yang menjadikan manusia tidak akan pernah cocok untuk hanya digolongkan pada
satu sekte, baik atau buruk. Namun, tanpa adanya perubahan, manusia sendiri pun
juga tidak bisa digolongkan baik atau buruk, hitam atau putih.
Segala
mosi yang disiapkan untuk pembenaran simpulan terhadap penggolongan benar-tidaknya, hitam-putihnya, suatu hal menjadi sia-sia.
Manusia
tidak pernah selalu betul dan tidak pernah selalu benar, manusia tidak pernah
selalu baik dan selalu jahat, manusia tidak pernah selalu baik dan selalu
buruk, manusia tidak pernah selalu hitam dan juga tidak pernah juga selalu
putih, tetapi, manusia juga bukan selalu abu-abu. Abu-abu adalah ambang yang
tidak lugas soal penjati-dirian suatu individu. Tetapi, ke solid-an hitam
maupun juga putih bukan suatu hal yang bisa di terapkan pada manusia.
Lalu
apa?
Manusia
adalah Spektrum pada tiap-tiapnya.
Spektrum.
Apa itu?
Berlanjut di unggahan selanjutnya…
Comments
Post a Comment